Arti / Isi dari Serat Wulangreh Pupuh Pangkur (2)
Arti / Isi dari Serat Wulangreh Pupuh Pangkur (2)
karya SISK
Susuhunan Paku Buwana IV:
Deduga lawan prayoga,
myang watara reringa aywa lali.
Iku parabot satuhu,
tan kena tininggala.
Tangi lungguh angadeg tuwin lumaku,
angucap meneng anendra,
duga-duga nora kari.
myang watara reringa aywa lali.
Iku parabot satuhu,
tan kena tininggala.
Tangi lungguh angadeg tuwin lumaku,
angucap meneng anendra,
duga-duga nora kari.
Terjemahan
dalam bahasa Indonesia:
Pertimbangan mana yang lebih utama,
serta mengukur akibat perbuatan, jangan dilupakan.
Itulah piranti hidup sebenarnya,
yang tak boleh ditinggalkan.
Baik ketika terjaga, duduk, berdiri, maupun berjalan,
berbicara, diam, maupun tidur,
pertimbangan jangan ditinggalkan.
serta mengukur akibat perbuatan, jangan dilupakan.
Itulah piranti hidup sebenarnya,
yang tak boleh ditinggalkan.
Baik ketika terjaga, duduk, berdiri, maupun berjalan,
berbicara, diam, maupun tidur,
pertimbangan jangan ditinggalkan.
Kajian per kata:
Deduga(mempertimbangkan) lawan (dan) prayoga (yang
utama), myang(serta) watara (mengukur) reringa (memperkirakan) aywa (jangan) lali(lupakan,
tinggalkan).
Bait ini kelanjutan dari bait
sebelumnya tentang hal-hal yang berguna bagi kehidupan. Kali ini kita sampai
pada poin yang keempat, mempertimbangkan antara yang lebih utama dan mengukur
akibat tindakan kita.
Deduga adalah berduga-duga atau mengukur dengan
perkiraan ilmiah, artinya bukan mengandalkan syak wasangka. Kalimat ini agak
membingungkan. Sebaiknya dipakai istilah yang lebih mudah dipahami: mempertimbangkan.
Yang dimaksud disini adalah pertimbangan antara mencari keutamaan dengan akibat
sebuah perbuatan. Tujuan dari pertimbangan tersebut adalah mencari yang lebih
baik, atau prayoga.
Contoh konkretnya: misalnya jika
kita mendapati seorang bawahan kita melakukan kesalahan maka yang terbaik
(prayoga) adalah mengingatkannya. Namun kita harus juga mempertimbangkan dampak
dari peringatan tersebut. Apakah dia akan menyadari kesalahannya atau malah
membantah. Maka perlu dilakukan langkah yang tepat tindakan bagi bawahan
tersebut.
Sedangkan
arti dari watara adalah mengukur, reringa adalah
memperkirakan dampak dari perbuatan tersebut. Dalam kasus di atas kita harus
dapat mengukur dan memperkirakan akibat dari peringatan itu. Apakah peringatan
itu akan membuatnya malu sehingga yang bersangkutan justru sakit hati dan
menimbulkan rasa tidak nyaman? Atau malah membuat yang bersangkutan menjadi
takut atau putus asa dalam berkreasi. Hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan.
Berdasar pertimbangan mana yang
lebih baik dan perkiraan tadi kita kemudian melakukan pemanggilan kepada yang
bersangkutan secara khusus agar bawahan yang lain tidak melihat ketika kita
menasihati bawahan yang salah tersebut sehingga dia tidak malu.
Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan dalam hidup ini banyak sekali dan hasilnya tak
selalu sama. Ada kalanya memilih opsi A, adakalanya memilih opsi lain.
Diperlukan kejernihan berpikir agar diperoleh sikap yang tepat. Dalam
mempertimbangkan segala sesuatu hendaklah kita mengingat tiga hal lain yang
telah kita kaji dalam bait sebelumnya. Dengan pertimbangan kita
mampu membuat prioritas dan kadar masing-masing hal tadi.
Iku (itulah) parabot (piranti) satuhu (yang
sebenarnya) , tan (tak) kena(boleh)
tininggala (ditinggalkan). Itulah piranti hidup
sebenarnya,yang tak boleh ditinggalkan.
Dalam bait yang lalu kita sudah
mempunyai tiga hal yang berguna dalam berkehidupan di masyarakat. Dalam bait
ini kita menambahkan satu lagu piranti dalam hidup. Kita rangkum kembali mulai
bait yang lalu untuk mengingat kembali hal itu:
1.
Mengetahui
perbuatan buruk dan baik.
2.
Memahami
adat kebiasaan (tradisi) setempat.
3.
Mematuhi
tatakrama.
Sesudah kita memiliki tiga hal di
atas, dalam bait ini kita harus merangkai setiap perbuatan kita dengan satu hal
lagi, yakni:
4.
Pertimbangan
antara keutamaan dan akibat perbuatan berdasar tiga hal di atas.
Keempat hal
itu adalah piranti yang tak boleh ditinggalkan. Jika kita mempunyai empat hal
tersebut niscaya hidup kita akan berguna bagi orang lain (masyarakat luas).
Tangi (terjaga) lungguh (duduk) angadeg (berdiri) tuwin (serta) lumaku(berjalan), angucap (berkata-kata) meneng (diam) anendra (tidur), duga–duga (pertimbangan)
nora (jangan) kari (ditinggalkan).
Baik ketika terjaga, duduk, berdiri, maupun berjalan, berbicara, diam,
maupun tidur, pertimbangan jangan ditinggalka.
Oleh karena itu dalam setiap
keadaan, hendaklah tidak meninggalkan pertimbangan. Antara mengejar keutamaan
dengan kerusakan yang ditimbulkan haruslah diteliti mana yang lebih
didahulukan, antara melanggar adab dan melanggar peraturan mana yang lebih
ditolerir, dsb.
Hal-hal seperti di atas dalam
ilmu-ilmu agama dipelajari dalam ilmu ushul-fiqih, yakni tentang prioritas mana
yang lebih didahulukan dan mana yang harus ditinggalkan, mana yang lebih baik
dilanjutkan daripada diganti total, mana yang lebih baik menghukum atau
merehabilitasi, dll. Silakan pelajari sendiri jika mampu atau berguru kepada
orang yang tepat.
Komentar
Posting Komentar